Beranda

Profile

Penerbangan

Kapal Cepat

Lombok Hotel

Transport Service

Sewa Mobil

Sitemap

 

Selamat datang di Biro Perjalanan Lombok Wisata Tour & Travel Agent, Kami menawarkan informasi tentang Paket perjalanan wisata dan tour ke pulau Lombok dan sekitarnya dengan pelayanan terbaik dan profesional..!!!

 

 

Follow us at :

SEJARAH PULAU LOMBOK

TUJUAN WISATA DI LOMBOK

Wisata Bahari

Wisata Alam

Wisata Budaya

Wisata Kerajinan

Wisata Ziarah Makam

FESTIVAL BUDAYA LOMBOK

WISATA SEHARI DI LOMBOK

PAKET WISATA DI LOMBOK

Wisata ke Lombok 5h/4m

Wisata ke Lombok 4h/3m

Wisata ke Lombok 3h/2m

Wisata ke Lombok 2h/1m

PAKET MEETING DI LOMBOK

PAKET OUTING DI LOMBOK

Paket Family Gathering 3h

Paket Outbound 3h/2m

Paket Rafting 3h/2m

Paket Amazing Race 3h/2m

PAKET SPECIAL TOUR LOMBOK

Paket Honeymoon 3h/2m

Paket Snorkeling 4h/3m

Paket Diving 3h/2m

Paket Pantai Pink 3h/2m

Paket Gili Nanggu 3h/2m

Paket Ke Kenawa 4h/3m

Paket Ke Moyo 3h/2m

Paket Main Golf 4h/3m

Paket Memancing 3h/2m

Paket Makam Wali 3h/2m

Paket Tirte Yatre 3h/2m

SEJARAH PULAU KOMODO

PAKET WISATA KE  KOMODO

Komodo Cruise 6h/5m

Komodo Cruise 4h/3m

Komodo Sailing 5h/4m

Komodo Overland 5h/4m

Komodo Via Bajo 3h/2m

Komodo Via Bajo 4h/3m

GUNUNG RINJANI 3726 M

PAKET MENDAKI RINJANI

Paket Puncak 5h/4m

Paket Danau 5h/4m

Paket Tebing 4h/3m

PHOTO GALLERY

LINK KE KAMI

PARTNER LINK

PERATURAN KAMI

CARA PEMBAYARAN

HUBUNGI KAMI

 

Payment:

 
 
 

SITE NETWORK

Lombok Travel Information

Komodo Travel Information

Rinjani Trekking Information

Paket Wisata ke Lombok

Lombok Rental Car

 

 

 

FESTIVAL BUDAYA DI LOMBOK

 

Selamat datang di Biro Perjalanan Lombok Wisata, Kami menawarkan informasi lengkap tentang Festival Budaya di Lombok sebagai berikut :

 

1. BAU NYALE / TANGKAP CACING LAUT

 

Nyale adalah sebuah pesta atau upacara yang dikenal dengan Bau Nyale. Kata Bau berasal dari Bahasa Sasak yang berarti menangkap sedangkan kata Nyale berarti cacing laut yang hidup di lubang-lubang batu karang dibawah permukaan laut.

Bau Nyale merupakan sebuah acara perburuan cacing laut. Acara ini diselenggarakan sekitar bulan Februari dan Maret. Tempat penyelenggaraan upacara Bau Nyale ini ada di Pantai Seger, Kuta. Terletak dibagian selatan Pulau Lombok.

Salah satu kebudayaan suku Sasak di Lombok adalah tradisi Bau Nyale. Ini merupakan salah satu tradisi sekaligus identitas suku Sasak. Oleh sebab itu, tradisi ini masih tetap dilakukan oleh suku Sasak sampai sekarang. Bau Nyale biasanya dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di daerah pesisir pantai di pulau Lombok selatan, khususnya di pantai selatan Lombok Timur seperti pantai Sungkin, pantai Kaliantan, dan Kecamatan Jerowaru.

Selain itu, juga dilakukan di Lombok Tengah seperti di pantai Seger, Kuta, dan pantai sekitarnya. Saat melakukan tradisi ini biasanya juga dilengkapi dengan berbagai hiburan pendamping.

Bau Nyale selalu dilakukan secara rutin setiap tahun. Tradisi ini sebenarnya sudah dilakukan sejak lama dan dilakukan secara turun temurun. Sayangnya, kapan kepastian waktu dimulainya tradisi ini masih belum diketahui. Berdasarkan isi babad, Bau Nyale mulai dikenal masyarakat dan diwariskan sejak sebelum abad 16. Bau Nyale berasal dari bahasa Sasak. Dalam bahasa Sasak, Bau artinya menangkap sedangkan Nyale adalah nama sejenis cacing laut. Jadi sesuai dengan namanya, tradisi ini kegiatan menangkap nyale yang ada di laut.

Cacing laut yang disebut dengan Nyale ini termasuk dalam filum Annelida. Nyale hidup di dalam lubang-lubang batu karang yang ada dibawah permukaan laut. Uniknya, cacing-cacing nyale tersebut hanya muncul ke permukaan laut hanya dua kali setahun.

Tradisi Bau Nyale merupakan sebuah kegiatan yang dihubung-hubungkan dengan kebudayaan setempat. Bau Nyale berawal dari legenda lokal yang melatarbelakangi yakni tentang kisah Putri Mandalika. Menurut kepercayaan masyarakat Lombok, nyale konon merupakan jelmaan Putri Mandalika. Putri Mandalika dikisahkan sebagai putri yang cantik dan baik budi pekerinya. Karena kecantikan dan kebaikannya, banyak raja dan pangeran yang jatuh cinta kepadanya dan ingin menjadikannya sebagai permaisuri. Putri tersebut bingung dan tidak bisa menentukan pilihannya. Ia sangat bingung. Jika ia memilih salah satu dari mereka, ia takut akan terjadi peperangan. Putri yang baik ini tidak menginginkan peperangan karena ia tidak mau rakyat menjadi korban.

 

Pesta Festival Upacara Bau Nyale


Cerita Legenda

Pesta atau upacara Bau Nyale merupakan sebuah peristiwa dan tradisi yang sangat melegenda dan mempunyai nilai sakral tinggi bagi Suku Sasak, Suku asli Pulau Lombok. Keberadaan pesta bau nyale ini berkaitan erat dengan sebuah cerita rakyat yang berkembang di daerah Lombok Tengah bagian selatan.

Putri Mandalika, seorang putri cantik jelita yang menjelma menjadi cacing nyale dan muncul sekali dalam setahun di Pantai Lombok. Siapa sangka cacing nyale yang diperebutkan dan dicari-cari setiap tahun oleh masyarakat Lombok ini adalah jelmaan dari seorang putri yang sangat cantik yang jaman dahulu diperebutkan oleh pangeran-pangeran dari berbagai kerajaan di Lombok.

Putri Mandalika adalah putri dari pasangan Raja Tonjang Beru dan Dewi Seranting. Raja ini terkenal karena kebijaksanaannya sehingga rakyatnya sangat mencintainya karena mereka hidup makmur. Putri Mandalika hidup dalam suasana kerajaan dan dihormati hingga dia menginjak dewasa.

Saat dewasa Putri Mandalika tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cantik dan mempesona. Kecantikannya tersebar hingga ke seluruh Lombok sehingga Pangeran-Pangeran dari berbagai Kerajaan seperti Kerajaan Johor, Kerajaan Lipur, Kerajaan Pane, Kerajaan Kuripan, Kerajaan Daha, dan kerajaan Beru berniat untuk mempersuntingnya.

Mengetahui hal tersebut ternyata membuat sang Putri menjadi gusar, karena jika dia memilih satu di antara mereka maka akan terjadi perpecahan dan pertempuran di Gumi Sasak. Bahkan ada beberapa kerajaan yang memasang senggeger agar Sang Putri jatuh hati padanya. Namun hal ini malah membuat sang Putri makin gusar.

Setelah berpikir panjang, akhirnya sang Putri memutuskan untuk mengundang seluruh pangeran beserta rakyat mereka untuk bertemu di Pantai Kuta Lombok pada tanggal 20 bulan ke 10 menurut perhitungan bulan Sasak tepatnya sebelum Subuh. Undangan tersebut disambut oleh seluruh pangeran beserta rakyatnya sehingga tepat pada tanggal tersebut mereka berduyun-duyun menuju lokasi undangan.

Setelah beberapa saat akhirnya Sang Putri Mandalika muncul dengan diusung oleh prajurit-prajurit yang menjaganya. Kemudian dia berhenti dan berdiri di sebuah batu dipinggir pantai. Setelah mengatakan niatnya untuk menerima seluruh pangeran dan rakyat akhirnya Sang Putri pun meloncat ke dalam laut. Seluruh rakyat yang mencarinya tidak menemukannya. Setelah beberapa saat akhirnya datanglah sekumpulan Cacing berwarna-warni yang menurut masyarakat dipercaya sebagai jelmaan Putri Mandalika.

 

2. PERANG KETUPAT DI PURA LINGSAR

 

Perang topat adalah sebuah acara adat yang diadakan di Pura Lingsar, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Perang ini merupakan simbol perdamaian antara umat Muslim dan Hindu di Lombok. Acara ini dilakukan pada sore hari, setiap bulan purnama ke tujuh dalam penanggalan Suku Sasak. Sore hari yang merupakan puncak acara yang dilakukan setelah salat ashar atau dalam bahasa Sasak “rarak kembang waru” (gugur bunga waru). Tanda itu dipakai oleh orang tua dulu untuk mengetahui waktu salat Ashar. Ribuan umat Hindu dan Muslim memenuhi Pura Lingsar, dua komunitas umat beda kepercayaan ini menggelar prosesi upacara Puja Wali, sebagai ungkapan atas puji syukur limpahan berkah dari sang pencipta.

'Perang' yang dimaksud dilakukan dengan saling melempar ketupat di antara masyarakat muslim dengan masyarakat hindu. Ketupat yang telah digunakan untuk berperang seringkali diperebutkan, karena dipercaya bisa membawa kesuburan bagi tanaman agar hasil panennya bisa maksimal. Kepercayaan ini sudah berlangsung ratusan tahun, dan masih terus dijalankan.

 

Prosesi Festival Perang Topat di Pura Lingsar

 

Festival Perang Topat akan diawali prosesi adat setempat yakni pujawali, menurut hitungan penanggalan Bali atau sekitar bulan Desember. Pujawali di pura-pura lain dilaksanakan sepenuhnya oleh umat Bali. Lain halnya di Pura Lingsar, upacara ini dirangkai dengan tradisi perang topat yang pelaksanaannnya didominasi warga Suku Sasak bersama dengan masyarakat Bali lainnya yang sudah hidup turun-temurun di Lombok.

Sehari sebelum pujawali ada upacara panaek gawe atau permulaan kerja. Dilanjutkan dengan acara mendak atau menjemput roh-roh gaib yang berkuasa di Gunung Rinjani dan Gunung Agung, dan penyembelian kerbau serta sesajian berupa 9 jajajan, buah-buahan, dan minuman. Prosesi acaranya sendiri sudah berlangsung sejak 27 November tiap tahunnya.

Usai umat Hindu melakukan ngaturang bakti dan ngelungsur amertha, prosesi perang topat pun dimulai. Diawal dengan mengelilingi purwadaksina yang berada di areal Kemaliq. Para tokoh Suku Sasak dan umat Hindu bergabung dalam prosesi ini yang dimeriahkan denga tarian batek baris dan kesenian gendang beleq.

Perang topat sendiri akan mulai pada sore hari. Sekitar pukul lima bertepatan dengan gugurnya bunga pohon waru. ‘Peluru’ yang digunakan dalam ‘peperangan’ ini bukan peluru senapan melainkan topat atau ketupat yang sebelumnya menjadi sarana upacara lalu dilempar ke siapa saja tanpa menimbulkan cedera. Saat berperang ada iringan bunyi-bunyian kul-kul atau kentongan.

“Ribuan orang akan hadir dalam acara tahunan ini. Pascaperang, ketupat yang dijadikan peluru lalu dipungut dan dibawa pulang olehawarga. Ketupat itu merupakan sumber kemakmuran bagi masyarakat,” katanya.

 

3. LEBARAN KETUPAT DI PANTAI BATU LAYAR LOMBOK BARAT

 

Alkisah, lebih dari satu abad lampau, Tuan Guru Haji Musthafa Faisal, seorang tokoh dan ulama di Pejeruk Ampenan, mendirikan perguruan yang menjadi cikal-bakal Pondok Pesantren Al-Amin, pesantren yang cukup populer bukan hanya di Kota Mataram akan tetapi hamper dikenal sampai ke pelosok-pelosok Pulau Lombok. Dia lebih dikenal dengan panggilan Tuan Guru Pejeruk. Tokoh ini memiliki banyak santri yang berdatangan dari berbagai penjuru di Pulau Lombok.

Mereka mendapat bimbingan tentang ilmu qiro’ah menyangkut cara pengucapan lafadz, kalimat, dan dialek (lahjah) dalam kebahasaan kitab suci al-Qur’an. Sekaligus penguasaan ilmu tajwid, dalam hal pengucapan huruf-huruf al-Qur’an secara tertib, sesuai dengan makhraj dan bunyi asalnya. Di sinilah kekhususan pesantren asuhan Tuan Guru Pejeruk. Maka tak heran, soal tajwid, jebolan pesantren ini lebih unggul. Mereka menguasai kaidah-kaidah teknis yang diperlukan demi memperindah bacaan al-Qur’an.

Para santri tinggal di kediaman Tuan Guru Pejeruk selama masa belajar. Mereka diijinkan pulang, beberapa hari menjelang Hari Raya Idul Fitri pada 1 Syawwal. Setelah seminggu di kampung halaman, mereka kembali ke Pejeruk.

Pada saat itulah Tuan Guru Pejeruk selalu menghidangkan masakan istimewa bersama ketupat sebagai makanan pokok, untuk menyambut kedatangan santri-santrinya. Sebuah wujud syukur berkumpulnya kembali keluarga besar pesantren.

“Mari kita lebaran topat (ketupat, bahasa Sasak),” ucap Tuan Guru Pejeruk setiap para santri kembali. Sejak itulah tradisi lebaran topat dimulai.

Dari sebuah komunitas kecil, lambat laun menjadi sebuah tradisi bagi masyarakat di Pulau Lombok, seminggu setelah lebaran Idul Fitri. Mengalami banyak modifikasi dari generasi ke generasi. Kini, selain sebagai hari puncak kemeriahan rangkaian hari raya 1 Syawwal, masyarakat juga menggunakan momentum Lebaran Topan untuk berziarah ke makam-makam para ulama yang memiliki andil dalam penyebaran Islam di Pulau Lombok.

Dua makam yang paling sering dikunjungi adalah makam Batu Layar dan Loang Baloq. Makam Batu Layar terletak di kawasan pariwisata Senggigi. Masyarakat meyakini bahwa di tempat itu makam seorang ulama bernama Syeikh Duhri al-Haddad al-Hadrami berasal dari Bagdad, Irak. Sedangkan di Loang Baloq, Sekarbela, Kota Mataram, terdapat tiga makam ulama, masing-masing makam Syeikh Maulana Gaus Abdurrazak, anak yatim, dan Datuk Laut. Syeikh Maulana Gauz Abdurrazak adalah seorang ulama dari Baghdad yang menyebarkan agama Islam dari Palembang lalu singgah di Lombok sekitar 18 abad lampau.
 

Prosesi Perayaan Lebaran Ketupat


Perayaan lebaran ketupat di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) setiap tahun selalu berlangsung meriah dan ramai oleh warga maupun wisatawan yang ikut merayakan, baik dengan ziarah makam maupun berwisata pantai.

Di Pulau Lombok sendiri, perayaan lebaran ketupat paling meriah di NTB berlangsung di Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat (Lobar), yaitu di maqam Loang Baloq, maqam Bintaro Kota Mataram dan maqam Batu Layar, Kabupaten Lombok Barat.

Acara perayaan dimulai dengan melaksanakan zikir dan doa bersama dirangkaikan acara ngurisang (potong) rambut anak bayi memohon doa keselamatan, baru kemudian dilanjutkan dengan acara pesta pantai.

“Yang paling unik dari perayaan lebaran ketupat adalah, warga berlomba membuat gunungan ketupat raksasa yang disusun menyerupai kerucut panjang antara dua sampai tiga meter,” kata Fitriani warga Desa Batu Layar, Lombok Barat di acara perayaan lebaran ketupat,

Gunungan ketupat biasanya baru akan dibuka dan diturunkan untuk dimakan usai prosesi dan rangkaian perayaan lebaran ketupat dilaksanakan dan dibagikan kepada setiap warga yang datang ikut memeriahkan perayaan lebaran ketupat.

Padli, warga lain mengaku perayaan lebaran ketupat di dengan berbagai rangkaian kegiatan keagamaan dan budaya di Lombok Barat memang sudah menjadi tradisi dan biasa dilaksanakan setiap tahunnya.

“Pesta pantai menjadi rangkaian acara penutupan perayaan lebaran ketupat di Lombok, baik dengan mandi maupun berkeliling sekitar pantai naik perahu nelayan.”

 

4. MALEAN SAMPI / BALAPAN SAPI

 

Malean Sampi adalah kegiatan upacara tradisional Malean Sampi sudah dikenal dan digemari oleh masyarakat petani maupun peternak sapi sejak zaman pemerintahan Hindia-Belanda sekitar abad ke-18 dan juga saat pemerintahan Jepang. Kegiatan itu terus berlangsung dibuktikan dengan adanya gambar Bendera Jepang pada Serumpungan atau kerotok sapi yang dipertandingkan. Kegiatan ini terus dipertahankan sampai sekarang, terutama di Narmada.malean sampi dilaksanakan tiap tahun sebagai wujud "membayar kaul" atas keberhasilan panen padi dan palawija. malean sampi adalah simbol kehidupan religius mistis kehidupan masyarakat agraris terhadap jagat raya ini. Sumber daya alam beserta isinya merupakan karunia Ilahi yang harus dijaga dan dimanfaatkan oleh manusia secara rasional bagi kehidupan. Dalam Bahasa Sasak

 

Malean Sampi

 

Lombok Malean Sampi terdiri dari dua kata yakni, Malean yang berarti memalek atau mengejar dan kata Sampi berarti Sapi. Dalam Malean Sampi ini, yang dikedepankan adalah kemampuan seseorang mengendalikan sepasang sapi yang dilengkapi dengan beberapa perlengkapan seperti Gau, Ayuga, Samet, dan Serumpungan atau Kerotok. Kegiatan itu diadakan pada sebidang tanah sawah datar dengan panjang kurang lebih 100 meter dalam keadaan terendam air, pasangan-pasangan sapi yang akan dipertandingkan dalam arena Malean Sampi terlebih dahulu dihias kemudian diarak diiringi kesenian daerah Lombok, seperti Gamelan Kamput, Batek Baris Lingsar, Tawak-tawak dan sebagainya.

 

5. GENDANG BELEQ / DRUM BESAR


Gendang Beleq adalah Atraksi musik Gendang/besar. Musik tradisional masyarakat Lombok, Nusa Tenggara Barat. Grup Gendang Beleq yang berasal dari Kabupaten Lombok Barat ini, sedang memainkan gending manuk belage, atau ayam berkelahi, dalam Festival Gendang Beleq di Pantai Senggigi. Keindahan pertunjukan musik Gendang Beleq tidak hanya pada bunyinya. Tetapi juga pada kostum, gerak dan ekspresi para pemainnya. Atraksi Gendang Beleq dimainkan oleh sekitar 30 sampai 40 orang, yang terdiri dari penabuh gendang, gong, kenceng, reong, rencek, dan peniup seruling. Pemain rencek paling banyak, sekitar 25 orang.

 

Gendang Beleq / Drum Besar

 

Sedangkan penabuh gendang, dua orang. Menurut Rusdi Harjo, pimpinan grup kesenian Gendang Beleq asal Narmada, Lombok Barat, menurut hikayatnya, penabuh Gendang Beleq itu adalah sepasang kera kembar. Karena itu pakaian yang dikenakan maupun gendangnya berwarna sama. Pada zaman dahulu, atraksi Gendang Beleq diperuntukkan bagi para prajurit yang akan berperang, atau untuk menyambut prajurit yang baru menang perang. Karena itu, bunyi tetabuhannya sangat menggugah semangat, dan memancing teriakan emosi orang yang menontonnya. Gendang Beleq merupakan kesenian rakyat Lombok. Keberadaannya tidak hanya sebatas di festival dan di kota tetapi juga di desa-desa yang jauh dari kota.Keterampilan warga Lombok memainkan Gendang Beleq umumnya diperoleh secara alamiah, turun temurun. Seperti halnya Mansyur, dia mempelajari menabuh Gendang Beleq secara alami, tanpa ada yang mengajari.

6. PERESEAN / PERKELAHIAN DENGAN ROTAN

Peresean adalah pertarungan antara dua orang yang bersenjatakan alat pemukul (sebilah tongkat) dari rotan (penjalin) dengan tameng dari bahan kulit sapi/kerbau. Peresean juga bagian dari upacara adat di pulau Lombok dan termasuk dalam seni tarian suku sasak. Seni peresean ini menunjukkan keberanian dan ketangkasan seorang petarung (pepadu), kesenian ini dilatar belakangi oleh pelampiasan rasa emosional para raja dimasa lampau ketika mendapat kemenangan dalam perang tanding melawan musuh-musuh kerajaan, disamping itu para pepadu pada peresean ini mereka menguji keberanian, ketangkasan dan ketangguhan dalam bertanding. Yang unik dalam pertarungan ini adalah pesertanya tidak dipersiapkan sebelumnya alias para petarung diambil dari penonton sendiri, artinya penonton saling tantang antar penonton sendiri dan salah satu pemain akan kalah jika kepala atau anggota badan sudah berdarah darah. Masing-masing pepadu/pemain yang akan bertanding membawa sebuah perisai (ende) dengan alat pemukul yang terbuat dari sebilah rotan, dalam pertanding ini dipimpin oleh seorang wasit (pekembar).

Peresean / Perkelahian Dengan Rotan

Wasit ini ada dua macam, yakni wasit pinggir dan wasit tengah. Wasit pinggir (pekembar sedi) yang mencari pasangan pemain dari penonton yang akan bertarung, sedangkan wasit tengah (pekembar tengaq) yang akan memimpin pertandingan. Pada umumnya para pepadu yang bertarung oleh pekembar mempunyai awiq-awiq dengan menggunakan sistem ronde atau tarungan, masing-masing pasangan bertarung selama lima ronde, yang akhir ronde / tarungan tersebut ditandai dengan suara pluit yang ditiup oleh pekembar tengaq (yang memimpin pertandingan). Aturan yang dipakai adalah pemain tidak boleh memukul badan bagian bawah (kaki/paha) tetapi hanya diperbolehkan memukul tubuh bagian atas (kepala, pundak, punggung).

Jika salah satu pepadu bisa memukul kepala maka skor yang didapet pasti tinggi, palagi kepala lawan sampe bocor. Peresean ini disamping tongkat pemukul dari rotan yang digunakan oleh masing-masing pepadu, juga ada musik pengiring yang akan memberikan semangat kedua petarung sekaligus sebagai pengiring kedua petarung untuk menari. Lho kok menari..?? Iya menari, itu merupakan jeda istirahat sejenak sebelum melanjutkan pertarungan sekalian sebagai ajang adu gertakan (psywar) bagi lawan. Jadi sehabis pertarungan sengit wasit biasanya menghentikan sejenak pertarungan, nah disanalah kedua petarung menari sambil mempelajari lagi kekuatan lawan. Alat-alat musik yang digunakan sebagai pengiring terdiri dari gong, sepasang kendang, rincik/simbal, kajar serta suling. Peresean sering juga ditampilkan menyambut tamu-tamu atau wisatawan mancanegara yang datang berkunjung ke Lombok, dan mereka menilai permainan dan atraksi itu cukup unik karena kedua petarung saling pukul dengan rotan yang mengakibatkan kepala dan badannya terluka parah, namun selesai pertandingan mereka saling berpelukan seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa, atau dengan kata lain tidak ada dendam.

7. NYONGKOLAN / KARNAVAL ACARA PERKAWINAN DI JALAN

Nyongkolan adalah sebuah kegiatan adat yang menyertai rangkaian acara dalam prosesi perkawinan pada suku sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat. kegiatan ini berupa arak-arakan kedua mempelai dari rumah mempelai pria ke rumah mempelai wanita, dengan diiringi keluarga dan kerabat mempelai pria, memakai baju adat, serta rombongan musik yang bisa gamelan atau kelompok penabuh rebana, atau disertai Gendang beleq pada kalangan bangsawan. Dalam pelaksanaannya, karena faktor jarak, maka prosesi ini tidak dilakukan secara harfiah, tetapi biasanya rombongan mulai berjalan dari jarak 1-0,5 km dari rumah mempelai wanita.
 

Adat Kawin di Lombok / Nyongkolan

Tujuan dari prosesi ini adalah untuk memperkenalkan pasangan mempelai tersebut ke masyarakat, terutama pada kalangan kerabat maupun masyarakat dimana mempelai perempuan tinggal, karena biasanya seluruh rangkaian acara pernikahan dilaksanakan di pihak mempelai laki-laki.

Sebagian peserta dalam prosesi ini biasanya membawa beberapa benda seperti hasil kebun, sayuran maupun buah-buahan yang akan bibagikan pada kerabat dan tetangga mempelai perempuan nantinya. Pada kalangan bangsawan urutan baris iring-iringan dan benda yang dibawanya memiliki aturan tertentu.

Hingga saat ini Nyongkolan masih tetap dapat ditemui di Lombok, iring-iringan yang menarik masyarakat untuk menonton karena suara gendangnya ini biasanya diadakan selepas dzuhur di akhir pekan. Apabila anda melakukan perjalanan antar kota di Lombok, maka bersiaplah untuk menghadapi kemacetan insidental akibat Nyongkolan yang dapat anda temui sepanjang jalan, apabila di akhir pekan tersebut banyak digelar pernikahan.

-o0o-

 

 

LOMBOK TRAVEL ONLINE ( LTO Tours )

Jl. Raya Senggigi Km. 12 Desa Senggigi Kec. Batu Layar

 Mataram -  Lombok Barat - NTB - Indonesia

 HP/SMS/WA : +62(0)81.237.812.222 - 081.998.998.777 (24 Jam Online)

Website : http://www.lombokwisata.com

Email: wisatalombok@gmail.com

Copyright © 2007,  Hak cipta di lindungi Undang Undang | LTO Tours